Terpidana kasus kekerasan seksual anak, Muhamad Aris (20),
menolak untuk hukuman kebiri kimia yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan
Negeri (PN) Mojokerto. Ia memilih hukuman mati dari pada dikebiri.
Aris ialah warga Dusun Mengelo, Desa Sooko, Kecamatan Sooko ini
berada di sel isolasi Lapas Klas IIB Mojokerto.
"Ya kalau disuntik, saya menolak. Karena itu dampaknya
untuk seumur hidup. Kata teman-teman juga seperti itu," ujar pemuda yang
bekerja menjadi tukang las itu di Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur (Jatim),
Senin (26/8/2019).
Ia mengatakan, siap menerima hukuman apapun, kecuali hukuman
kebiri kimia yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim PN Mojokerto. Aris juga mengaku
lebih siap bila harus menerima hukuman penjara seumur hidup, bahkan juga hukuman
mati.
"Saya pilih dihukum mati saja jika disuntik (kebiri
kimia). Atau dihukum seumur hidup saya tidak apa-apa. Kalau boleh minta,
hukuman 20 tahun," ungkap dia.
Aris membantah, pada saat menjalankan aksi pemerkosaan
tersebut disertai kekerasan. Dari pengakuannya, ia selalu merayu korban dengan
iming-iming uang jajan.
Saat korban terbuai, kata dia, barulah aksi cabul itu dilakukan.
Perbuatan bejat ini dilakukan di rumah kosong atau di pekarangan rumahnya.
Mirisnya, pelaku juga telah mengaku pernah mencabuli korban di lingkungan
masjid.
"Tak pernah menganiaya, ya tak saya paksa. Kemudian,
saya bawa ke tempat sepi. Iya pernah di masjid, namun di luarnya," ungkap dia.
Pelaku mengaku, sebenarnya tidak tertarik dengan anak-anak. Tapi
karena tidak punya uang lebih untuk ke lokasi prostitusi, ia kemudian menyasar
para korban. Hasratnya timbul karena dia menonton video porno.
Aris pun juga mengaku menyesal telah menjadikan anak-anak menjadi
korban nafsunya. Ia mengaku siap menjalani hukuman, tapi bukan kebiri kimia.
"Kalau disuntik kebiri, saya sangat menolak. Nanti
kalau disuruh tanda tangan surat eksekusi saya tak mau," ujar dia.